Home » » Anak Investasi Akhirat

Anak Investasi Akhirat

Written By tpq-rm.blogspot.com on Selasa, 19 April 2016 | 12:51

Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan  do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Di ibaratkan suatu benda, anak merupakan harta yang tidak ternilai harganya. Ia laksana emas permata yang berkilau yang akan menjadi indah pada waktunya, jika orang tua, lingkungan dan pendidikan itu tidak salah  mendidik, mengasuh, membimbing dan mengarahkan potensi yang ada dalam diri anak. Namun dalam perkembangannya anak bisa menjadi malapetaka yang hanya mmbuat hati orang tua hancur berkeping-keping, sehingga perlu evaluasi dan renungan diri bagi orang tua dalam mendidik anak-anaknya.
Tuhan yang maha kuasa menciptakan segala sesuatu dimuka bumi tidak ada yang sia-sia, apalagi mencipta produk gagal, seluruhnya tidak ada yang gagal, ketika kita memaknai bahwa setiap yang tercipta di muka bumi, tentu memiliki manfaat walaupun hanya sepeti debu besarannya. Makhluk yang tercipta itu bisa menjadi contoh dan pemebelajaran bagi manusia, bahkan setiap kejadian yang ada dimuka bumi ini bisa menjadi pendidikan dan bahan renungan bagi kita, selama pikiran sehat kita berfungsi sebagaimana mestinya.
Kembali pada persoalan anak yang lahir ditengah-tengah kehidupan kita, hakekatnya adalah anugerah terindah yang diberikan Tuhan yang maha kuasa, ia adalah titipan sang Ilahi untuk diasah, diasuh, dan diasih supaya menjadi manusia yang memiliki jiwa pemberani, jiwa yang jujur, jiwa yang amanah, dan jiwa yang responsive terhadap persoalan-persoalan social yang ada disekitarnya.
Maka sesungguhnya anak adalah investasi jangka panjang, anak adalah investasi seumur hidup, bahkan sampai pada kehidupan selanjutnya, yakni kehidupan alam akhirat, menjadi penting bagi orang tua untuk mendidik putra-putrinya menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah.
Bagaimana sesungguhnya peran pendidikan dan sekolah, terutama dinegara kita dengan kebijakan pemerintah, berkaitan dengan kurikulum, yang masih menggunakan psiko-kognitif sebagai standarisasi dengan melakukan test kemampuan seorang anak diukur oleh try out, ujian sekolah ataupun ujian nasional, sementara masing-masing anak memiliki kemampuan yang berbeda-beda satu sama lain, bahkan anak-anak kita adalah anak yang cerdas, anak yang pintar, anak-anak yang harus dipersiapkan untuk berkompetisi dalam kehidupan sosial-masyarakat.
Menurut Munif Chatib, (Penulis Best Seller; Gurunya Manusia dan Sekolahnya Manusia) ini,  selama orde baru dan reformasi, sistem pendidikan kita masih menitik beratkan pada kognitif dalam arti sempit, bukan kognitif dalam arti luas, hasil proses pembelajaran masih diwakili oleh tes standar di akhir tahun.
Para pendidik, sekolah atau instansi apapun sudah saatnya menggunakan standarisasi kemampuan sesorang dari 3 ranah untuk dicermati, pertama setiap anak memiliki kemampuan pada aspek psiko-afektif, yakni adalah respon, jika tidak ada respon, maka seorang anak tidak tertantang untuk mempelajari sesuatu. Kedua psiko-motorik, ini menunjukkan bahwa anak memiliki kemampuan untuk menampilkan “performance”, dan kreativitasnya untuk menunjukkan potensi yang dimiliki. Ketiga dari dua hal tersebut diatas harus ditunjang oleh kampuan kognitif sebagai pintu keluar dari problem yang dimiliki oleh seorang anak.
Oleh karena itu sekecil apapun sesuatu yang dimiliki oleh seorang anak, patut untuk kita hargai keberadaannya, karena sesungguhnya Tuhan tidak menciptakan segala sesuatu itu adalah kesia-sia-an belaka.

Didiklah Anakmu Dengan Cinta dan Kasih Sayang

Setiap makhluk memiliki cinta dan kasih sayang sesuai dengan insting dan nalurinya masing-masing, begitu pula manusia yang merupakan makhluk ciptaan Tuhan paling sempurna sudah dibekali akal pikiran untuk digunakan sebagai fitroh dari sang Ilahi.
Cinta dan kasih sayang merupakan pancaran hati manusia sebagai wujud tangan panjang kasih-Nya. Anak merupakan hasil dari cinta kasih orang tua, sehingga ia terlahir ke dunia ini atas segala kehendak-Nya, maka cinta kasih itu harus ditanamkan sejak ia masih dalam kandungan sang ibu, maka tidak heran kemudian ketika sang ibu masih mengandung anaknya, ia dibacakan ayat-ayat suci, di doakan, sebagai bentuk rasa cinta dan kasih sayang mendalam dari orang tua.
Apa yang kau tuai hari ini, sesungguhnya merupakan tanaman pikiran dan cinta kasih sayang sebelumnya. Seorang guru secara implementatif sudah harus mengajar anak didiknya dengan cinta dan kasih sayang, tanpa harus membeda-bedakan atau membuat kelas-kelas antara anak yang pendiam, anak nakal, anak yang sering usil ataupun anak-anak yang berbeda latar belakang secara sosio-kulutural, karna anak adalah harta yang sangat berharga, yang tidak bisa dibandingkan oleh harta dan benda apapun di muka bumi ini.
Potensi seorang anak sangat luas, bahkan melebihi luasnya samudra dijagad raya ini, ia memiliki kemampuan psiko-kognitif, psiko-motorik, dan psiko-afektif untuk terus dikembangkan dan diasah sedemikian rupa dengan cinta dan kasih sayang.
Keluarga adalah sekolah yang memayungi perkembangan, pertumbuhan dari seorang anak, bapak dan ibu adalah guru pertama bagi mereka, dan mereka senantiasa akan melihat, mendengar, serta meniru apa yang menjadi keseharian dari kedua orang tuanya, disitulah anak mulai belajar berkomunikasi, belajar bergerak, menjiplak apa yang diucapkan, menjiplak apa yang digerakkan, sehingga berhati-hatilah bagi orang tua memberikan contoh terhadap anak-anaknya.
Secara umum anak dengan tingkat kenakalan yang berbeda dari anak-anak yang lain, hakekatnya memiliki potensi yang lebih. Bentuk kenakalan merupakan ekplorasi dari cara mendengar, melihat, dan berpikir menjadi sebuah tindakan yang kadangkala sulit dipahami oleh orang tua mereka. Sebagai titipan dari yang maha kuasa, orang tua berkewajiban mendidik, menafkahi, mengarahkan, membimbing, serta terus memantau proses pertumbuhan sang anak, baik dalam aspek psikis dan fisiknya.
Orang tua memiliki peran ganda dalam mendidik anaknya, disamping harus membiayai kehidupan sehari-harinya, juga harus membiayai pendidikannya, namun yang paling penting sebagai orang tua adalah menanamkan nilai-nilai positif dalam diri seorang anak, sehingga anak akan tumbuh dan berkembang  menjadi pribadi paripurna. Sekolah merupakan lembaga kedua setelah keluarga, melanjutkan pendidikan anak secara formalitas dengan ketentuan-ketentuan sesuai dengan kurikulum yang diterapkan oleh pemerintah, artinya sekolah tidak bisa kemudian menjamin sepenuhnya untuk menggali potensi anak, karena ada proses pemberlakuan secara linear dan bersifat sama.
Di era globalisasi ini, kerapkali terjadi kekerasan di sekolah, baik kekerasan fisik maupun psikis, hal ini menjadi bahan evaluasi dan renungan bagi orang tua, bahwa sekolah hakekatnya adalah tempat belajar, bukan tempat tawuran dan kekerasan lainnya bagi anak-anak. Pemberitaan berkaitan dengan pembunuhan terhadap siswa atau siswi, hamil di luar nikah, serta kekerasan lainnya, membuat hati orang tua semakin hancur, bahkan dampak pemberitaan tersebut menjadikan psikis orang tua semakin dilematis akibat ulah anaknya dan oknum dalam dunia pendidikan, artinya sudah banyak disekolah-sekolah yang telah membunuh hati nurani, terlepas apakah itu guru ataupun oknum disekolah itu.
Tidak banyak guru dan orang tua yang mengajar dan mendidik putra-putrinya dengan hati, cinta, dan kasih-sayang, karena itu bukanlah persoalan yang mudah. Guru ataupun orang tua harus memiliki kesabaran, ketenangan, dan mengayomi anak-anaknya untuk menjadi apa yang mereka harapkan, bukan lantas memaksakan kehendak orang tua dan guru, sehingga mendiskreditkan kemampuan anak-anak, disinilah harus ada kesamaan paradiqma baik orang tua, wali murid, dan murid itu sendiri.

Didiklah Anakmu Menjadi Berarti

Anak sudah terlahir sebagai seorang pemenang dalam kompetisi panjang, semenjak ia masih dalam kondisi nutfah (setetes air mani). Pertarungan benih itu untuk menjadi anak manusia, laksana perang ditengah samudra, namun hanya satu yang menjadi juaranya, yakni adalah anak-anak yang dikehendaki oleh Tuhan maha kuasa untuk menjadi manusia.
Allah Swt. berfirman, “Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati  (berasal) dari tanah. Kemudian, Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging…” (QS Al-Mu’minun,23:12-14)
Ribuan bahkan jutaan benih yang akan masuk dalam tempat yang kokoh itu (rahim), saling berebut satu sama lain, namun hanya satu yang dikehendaki untuk menjadi manusia sebagai seorang hamba, wakil Tuhan di muka bumi, sebagai makhluk biologis, sebagai makhluk ruhaniah, sebagai makhluk seosial, dan paling penting adalah sebagai seorang yang memiliki manfaat untuk menjadi seorang pemimpin bagi dirinya, keluarga, dan masyarakat sekitarnya.
Dari sinilah muncul beragam teori tentang pendidikan dan sistem pembelajaran bagi anak didik, namun yang paling fundamental adalah anak sebagai generasi penerus harus mendapatkan penghargaan yang baik, mendapatkan pengakuan atas segala bentuk kreativitasnya, dan mendapatkan pembelajaran yang berarti dari orang-orang sebelumnya, termasuk guru dan orang tua.
Anak merupakan investasi yang tidak terhingga keberadaannya dimuka bumi ini, ia adalah investasi yang tidak pernah putus, terutama kepada orang tuanya, bagaimana anak-anak yang terlahir kemuka bumi ini dipersiapkan bekal secukupnya, terutama ilmu pengetahuan sebagai warisan yang tiada habisnya. Sudah sangat jelas apa yang disabdakan oleh Rosul, bahwa akan putus amal seseorang, kecuali tiga perkara, yakni, amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak-anak sholeh yang terus menerus akan mendoakan kedua orang tuanya. Inilah yang kami sebut, bahwa anak merupakan salah satu investasi akhirat, yang sangat berharga keberadaannya di muka bumi ini, maka didiklah anak-anakmu menjadi berarti dan dihargai segala bentuk kreativitasnya selama berada dalam koridor yang positif. 
Orang tua memiliki peran yang cukup besar terhadap pertumbuhan, perkembangan diri seorang anak, serta pendidikannya merupakan tanggung jawab yang wajib dipenuhi oleh orang tua untuk masa depan anak-anak mereka, sehingga orang tua harus memiliki visi dan tujuan yang jelas bagi kehidupan anak-anaknya untuk kemudian hari. Hakekatnya orang tua sebagai penyambung sekaligus pendorong keinginan, cita-cita seorang anak untuk menggapai harapan-harapannya, untuk menjadi apa yang di inginkan oleh seorang anak, oleh sebab itu orang tua harus memberikan kemerdekaan yang seluas-luasnya kepada putra-putrinya untuk menjadi apa yang dikehendaki, dengan tidak melepas sepnuhnya, dengan control yang menjadi pengendali, sehingga anak tidak terjerumus pada jalan yang menyesatkan.
Share this article :
Comments
0 Comments

Posting Komentar
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. TPQ Raudlotul Muhlisin - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger