Disebabkan karena hujan turun disertai angin, malam ini mesjid tak terlalu ramai, meskipun baru malam ketiga Ramadan. Pelataran mesjid yang sedang direnovasi berhiaskan payung segala rupa warna-warni bertuliskan nama produk atau perusahaan sponsor.
Di kaki tangga tergeletak sandal-sandal tak beraturan letaknya. Sebagian bahkan bernoda lumpur, mengotori sandal lain yang ditimpanya. Oleh karena itu Nuey memisahkan sandalnya yang masih baru di sudut terjauh, terpisah dari sandal-sandal lain. Segera ia bergegas masuk ke barisan belakang bersama anak-anak lain di samping abangnya Heri, karena shalat Isya berjamaah sudah berlangsung. Untung saja imam belum selesai membaca surat Al-Fatihah. Begitu selesai salam, ia berbisik: “Tadi abang kok tidak menungguku?” “Kamu kelamaan ambil air wudhunya,” jawab Heri pelan.
Tapi Nuey menaruh syakwasangka abangnya berbohong padanya. Buktinya, cuping hidung Heri kembang-kempis saat menjawab. “Abang bohong. Pasti abang buru-buru karena mau jalan bareng Mia!” tuduh Nuey. “Hush! Jangan berteriak begitu,” bisik Heri sambil menoleh ke belakang, ke barisan perempuan yang terhalang tabir kain hijau polos. “Tapi betul kan, tadi abang abang jalan bareng Mia?” kejar Nuey berbisik. Sebelum Heri menjawab, orang-orang segera berdiri karena shalat tarawih segera dimulai. *** Khatib Arke memberikan kultum. “Sejak malam pertama Ramadan datang, maka setan-setan dan jin-jin durhaka dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup. Pintu-pintu surga dibuka.” Jika ada anggota jamaah yang melaksanakan tarawih di surau An-Nur desa tetangga pada malam pertama pasti sudah mendengar ceramah yang persis sama.
Khatib Arke merupakan anggota majelis takmir di sana. Tidak seperti anak-anak lain yang berisik sementara khatib berceramah, Nuey mendengar dengan tekun. Berita bagus, pikirnya, aku tak perlu takut ke kamar mandi sendiri. Selama ini, ia memilih ngompol di tempat tidur daripada harus ke belakang. Berangkat ke mesjid tadi, ia berlari kencang dikagetkan oleh seekor kucing hitam yang tiba-tiba melompat ke sampingnya dari tembok rumah engkong Agil. *** “Nuey, tunggu sebentar!” sebuah suara memanggil namanya, menghentikan langkah Nuey yang hendak menuju sudut tempat ia menyimpan sandal barunya. Ternyata Mitsi, teman satu kelasnya. “Besok temani aku potong rambut, yuk!” Mitsi berkali-kali ditegur pak Jokomu—guru wali kelas mereka—karena rambutnya yang kribo gondrong kemana-mana. “Oke,” jawab Nuey.
Mitsi kemudian berlari menyusul teman-teman lain yang searah dengannya. Heri sudah terlebih menghilang, sangat mungkin sedang berjalan bersisian dengan Mia yang arah ke rumahnya berlawanan dengan rumah mereka.
Jantung Nuey terkesiap ketika ia tidak melihat sandal barunya. Kok bisa hilang? Padahal iblis, setan dan jin sudah dibelenggu! Setelah gagal menemukan sandal barunya, meski sudah mencari di sekeliling mesjid, Nuey pulang ke rumah.
Sendirian. Tanpa alas kaki. Ketika melewati tembok pagar rumah engkong Agil, kucing hitam yang tadi ternyata berdiri di atas tembok, menatapnya dengan mata bersinar menyala-nyala.
Terbirit-birit, ia lari sekencang-kencangnya. Sarung yang dikalungkan di lehernya berkibar-kibar seperti jubah superman sedang melesat di angkasa. *** Ambu membangunkan Nuey yang masih mengantuk kelelahan. Kakinya sakit karena terinjak kerikil tadi malam. “Kamu kapan bisa berhenti ngompol, Nuey?” Ambu geleng-geleng kepala melihat pulau baru di seprai Nuey. Heri sudah duluan bangun. Saat tidur tadi, Heri belum pulang. Dengan mengucek-ngucek matanya yang masih mengantuk, Nuey menuju kamar mandi untuk menukar celana tidurnya yang lembap. Matanya terbelalak. Sandal barunya yang hilang di mesjid semalam berada di depan pintu kamar mandi.
“Bang! Sandalku kok ada di depan pintu kamar mandi?” teriaknya, menebak pelaku sebenarnya. “Oh, sandalku putus kena lumpur. Jadi aku pinjam saja sandalmu,” jawab Heri yang keluar dari kamar mandi sambil cengar-cengir. “Ternyata setan yang satu ini belum dirantai,” kata Nuey kesal sambil jarinya menuding hidung Heri.
Penulis : Ikhwanul Halim
Ternyata Tidak Semua Setan Di belenggu!!
Written By tpq-rm.blogspot.com on Rabu, 08 Juni 2016 | 09:41
Label:
cerpen,
dream,
Sosial Budaya
