Home » , , » Koruptor, HTI & Pancasila

Koruptor, HTI & Pancasila

Written By tpq-rm.blogspot.com on Minggu, 08 Mei 2016 | 21:34

Melihat fenomena yang terjadi baru-baru ini sebenarnya cukup miris dengan adanya pemaksaan pembubaran acara yang dilakukan oleh salah satu ormas GP Ansor dengan menggunakan kekuatan Banser untuk membubarkan acara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang di anggap “menolak atau melawan” Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“NKRI Harga Mati”  ini jargon sebagai bentuk kecintaan kita kepada bangsa dan Negara ini, bahwa Indonesia dengan asas Pancasila sebagai Ideologi, dan UUD 1945 merupakan manifestasi dari perundang-undangan  di Indonesia, substasni yang melekat kepada seluruh warga Negara Indonesia, dimanapun mereka berada, seperti sel dalam tubuh kita, bahwa NKRI sudah final dan melekat kepada warganya.

Berbagai macam persoalan terjadi akibat dari gesekan sosio-kultural yang memiliki perbedaan yang cukup tajam, sehingga mengarah kepada jsutifikasi buta, tanpa melihat persoalan dengan pikiran dan hati jernih.

Sudah bisa kita pahami bahwa Indonesia terdiri dari masyarakat majemuk, dengan konsepsi Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda, tapi tetap satu, terhimpun dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sebagai kesatuan sistem yang integral.

Fenomena penolakan, sekaligus pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dianggap sebagai makar atau musuh bangsa ini, karena di anggap “menolak” Pancasila sebagai Ideologi Negara Republik Indonesia masih dalam koridor kerancuan, Mengapa demikian? Karena HTI di anggap telah meresahkan masyarakat dengan ajaran dan konsepsinya tentang Khilafah. Apa sebenarnya Khilafah itu?

Khalifah berperan sebagai pemimpin ummat baik urusan Negara maupun urusan Agama. Mekanisme pemilihan khalifah dilakukan baik dengan wasiat ataupun dengan majelis Syura' yang merupakan majelis Ahlul Halli wal Aqdi yakni para ahli ilmu (khususnya keagamaan) dan mengerti permasalahan ummat. Sedangkan mekanisme pengangkatannya dilakukan dengan cara bai'at yang merupakan perjanjian setia antara Khalifah dengan ummat. Khalifah memimpin sebuah Khilafah, yaitu sebuah sistem kepemimpinan umat, dengan menggunakan Islam sebagai Ideologi serta undang-undangnya mengacu kepada Al-Quran, Hadist, Ijma dan Qiyas. Sumber : 


Dimana persoalan fundamental bahwa HTI dengan konsep Khilafah, yakni menjadikan ummat muslim sebagai seorang pemimpin, dengan menggunakan aturan main mengacu kepada Al-qur’an, Al-hadist, Ijma’ dan Qiyas atau dengan mekanisme dan cara yang diyakini oleh mereka adalah yang terbaik bagi Negara ini. Apakah ada bentuk baik secara fisik, pemikiran, dan konsep menolak NKRI atau menolak Pancasila sebagai Ideologi Negara? Jika itu yang terjadi, mengapa pula pemerintah pusat, dalam hal ini adalah kemenkumham yang memiliki wewenang memberikan SK atau mengesahkan kepada organisasi masyarakat yang bernama HTI berdiri di atas Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Mari kita lihat fenomena persoalan HTI ini secara objektif, pikiran dan hati yang jernih, bukan melihat persoalan dengan subjektifitas yang lantas kemudian ada bentuk tuduhan-tuduhan yang tidak mendasar, sehingga justru akan membuat kekacauan dan menjadikan masyarakat semakin bingung. Apakah ada bentuk, baik secara tertulis maupun ajaran HTI yang kemudian terimplementasikan dalam sebuah gerakan menolak Pancasila sebagai Ideologi bangsa ini? Kalaupun ada apakah bisa dibuktikan dalam kehidupan nyata, bahwa HTI Menolak Pancasila?, jika itu yang terjadi, sah-sah saja kita menuntut pemerintah untuk membubarkan HTI sebagai organsasi terlarang.

HTI dengan konsep khilafah al islamiyah berupaya ikut serta mengambil bagian ikut serta memperjuangkan nilai-nilai Islami dalam konstek berbangsa dan bernegara, termasuk bercita-cita menghendaki Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini, memakai sistem syariah dan berpedoman Al-Qur’an dan Al-Hadist, tetapi problemnya bahwa NKRI terdiri dari masyarakat majemuk baik soal keyakinan, suku, bahasa, dan sosio-kultural, sehingga Bhineka Tunggal Ika menjadi payung yang menaungi perbedaan-perbedan dalam Kesatuan Republic Indonesia.

Koruptor, HTI, dan Pancasila

Fenomena pembuabaran HTI menjadi isu sentral saat ini, khususnya di kabupaten Jember, dimana ketua GP Ansor yang merupakan salah satu dari pimpinan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Jember, dengan kekuatan Bansernya mendesak pemerintah, dalam hal ini adalah Bupati Jember untuk membubarkan HTI dengan tuduhan bahwa Ormas berbasis Islam ini telah menolak Pancasila.

Sementara HTI yang berbasis Islam dengan konsepsi Khilafah, dan sudah memiliki legalitas dari kemenkumham, jelas memiliki kekuatan hukum untuk melaksanakan prinsip-prinsip yang di yakini kebenarannya sesuai dengan pedoman Al-Qur’an dan Al-Hadist.

Apakah tidak lebih kejam “Koruptor” menghisap darah rakyat secara tidak langsung, dengan pergerakan yang massive, structural, dan konstitusional.

Disinilah peran pemerintah, baik eksekutif, legislative, maupun yudikatif untuk terus berupaya mencegah praktek-praktek korupsi yang sudah membudaya dan mengakar sampai pada lapisan paling bawah, bahkan sudah membuat generasi baru yakni mengenai cara-cara melakukan korupsi atau meraup keuntungan dengan memperkaya diri dan kelompoknya masing-masing.

Para koruptor hakekatnya telah melakukan penghianatan terhadap bangsa ini, bahkan lebih ironis lagi, mereka sudah menginjak-injak nilai yang terkandung dalam pancasila, sehingga perlu adanya pemahaman komprehensif, mengenai ajaran-ajaran yang terkandung dalam pancasila sebagai asas tunggal bagi bangsa ini, sehingga siapapun yang menolak Pancasila dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, maka mereka pantas untuk mendapatkan sanksi seberat-beratnya.

Sudah sangat jelas bahwa semboyan dari Bangsa Indonesia adalah Bhineka Tunggal Ika. Berbeda-beda tapi tetap satu, dengan prinsip dan nilai yang terkandung di dalam Pancasila itu sendiri, perlu di telaah kembali dan direnungi bahwa nilai yang terkandung di dalam Pancasila sudah sesuai dengan konstek kehidupan masyarakat Indonesia, seperti yang kami kutip dari https//id.wikipedia.org, di bawah ini:

Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sila kelima yang berbunyi Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, merupakan nilai universal tanpa tebang pilih, selama menjadi WNI, maka keadilan social itu harus ditegakkan, sehingga berbagai persoalan yang muncul mampu diselesaikan dengan cara musyawarah untuk menemukan titik temu akar persoalan.

Keadilan Sosial ini dalam bentuk implementasinya memang tidak semudah di ucapkan, karena manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan yang tidak bisa dipungkiri, hanya dengan berpikir dan hati Jernih, berbagai problem bisa disikapi dengan bijak untuk menemukan solusi dan cara mengatasinya. 

Bersatu kita teguh, bercerai-berai kita runtuh

Penulis tidak hendak membela kelompok manapaun atau berpihak terhadap salah satu kelompok, namun mari kita liha munculnya berbagai fenomoena yang terjadi belakangan ini dengan hati dan pikiran jernih, sehingga akan menemukan titik temu akar persoalan yang terjadi.

Beberapa elemen seperti tokoh masyarakat dan IKA PMII mendesak dengan keras untuk membubarkan HTI dengan alasan, HTI telah menolak Pancasila. Apakah itu semua benar? Tuduhan terhadap HTI dengan mengatasnamakan NKRI harga mati, dan menolak Pancasila sebagai tindakan makar!

Inilah yang kemudian perlu diluruskan bersama-sama, demi menjaga keutuhan NKRI diatas perbedaan-perbedaan prinsip, sehingga tidak asal menuduh dan menjustifikasi kelompok sendiri paling benar, sementara kelompok yang lain salah dan keliru, sehingga hanya akan menjadikan situasi dan kondisi semakin keruh, akibat dari kepentingan-kepentingan suatu kelompok tertentu.

Pancasila dengan lima asas dasar, UUD 1945 sebagai undang-undang yang mengatur seluruh elemen kehidupan berbangsa dan bernegara, jelas mengamanahkan untuk tetap bersatu dalam ruang perbedaan-perbedaan. Selama tidak keluar dari aturan yang telah dijelaskan dalam UUD 1945, apa kemudian yang salah dan keliru terhadap konsep khilafah? Apakah HTI benar-benar menentang Pancasila, UUD 1945, atau ingin mendirikan Negara Islam di dalam NKRI? Ini kemudian menjadi kajian serius oleh para tokoh dari berbagai elemen, baik tokoh agama, social-budaya, birokrasi, dan para akademisi, sehingga menemukan titik terang dari permasalahan perbedaan-perbedaan yang lantas menjadikan ruang tuduh-menuduh.

Bangsa ini direbut dengan pertaruhan darah dan nyawa, The Founding Father, Soekarno sebagai Presiden pertama di NKRI bersama para pejuang kemerdekaan lainnya telah merusmuskan Pancasila sebagai Asas dan Ideologi Negara, yang terimplementasikan dalam UUD 1945, sudah mengatur dengan jelas hidup berbangsa dan bernegara, sehingga perbedaan menjadi hal lumrah, selama tidak menyakiti dan mengganggu ketentraman kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dengan demikian HTI dengan konsepsi Khilafah Al Islamiyah yang menjadi keyakinannya, dengan berpedoman terhadap Al-Qur’an, Al-Hadist, Ijma, dan Qiyas, bercita-cita ingin memiliki Negara dengan konsep perundang-undangan secara Islami, karena tidak bisa kita pungkiri, bahwa penduduk bangsa ini mayoritas terdiri dari masyarakat muslim, akan tetapi perlu ditinjau ulang, bahwasanya masyarakat Indonesia juga memiliki keyakinan yang lain, yakni Kristiani Protestan, Kristiani Katholik, Hindu, Budha, dan Konghucu, dan masing-masing keyakinan tersebut sudah mendapat pengakuan dari pemerintah sebagai bagian dari masyarakat Indonesia.


Penulis adalah Team FGD
Share this article :
Comments
0 Comments

Posting Komentar
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. TPQ Raudlotul Muhlisin - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger